Sesungguhnya Dia maha mengetahui segala isi hati. Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui, padahal Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui ? (QS 13:14)

Senin, 02 Mei 2011

Do'a Orang Orang Hawarii

Aisyah r.a bercerita,
"ayahku berkata kepadaku,maukah kau kuajari sebuah doa yang telah diajarkan rosulullah saw kepadaku? beliau mengatakan bahwa dahulu Isa as mengajarkan doa ini kepada orang orang hawarii. Walaupun engkau memiliki hutang sebesar gunung uhud,niscaya allah akan melunasinya untukmu."

Aku menjawab,
"Tentu"

Ucapkanlah :

"alloohumma faarijalhammi kaasyifalgommi mujiiba da'watil mudtoriina
rohmaana dunyaa wal aakhiroti waroohiimahumaa
anta tar hamanii rohmatan tugniinii bihaa 'aamman siwaa kaa"

[ya allah yang melapangkan kesusahan,yang menghilangkan kesedihan,yang menjawab doa yang mengalami kesulitan,penyayang dunia dan akhirat serta pengasih keduanya,engkau mengasihani aku,maka kasihanilah aku dengan kasih sayangmu yang membuatku tidak butuh kasih sayang dari siapapun selain engkau]

Abu Bakar bercerita,
"dulu aku masih memiliki sisa hutang,padahal aku sangat tidak suka kepada hutang.tidak lama setelah membaca doa itu,allah memberikan keuntungan kepadaku,sehingga dia melunasi hutang yang menjadi tanggunganku itu"

Aisyah juga berkata,
dulu aku mempunyai hutang kepada asma dan aku malu kepadanya.maka aku memohon kepada allah dengan membaca doa itu. ternyata tidak berapa lama setelah itu,allah memberikan rezeki kepadaku yang bukan berasal dari warisan dan bukan pula dari sedekah, dan akupun bisa membayar hutang hutangku. bahkan, setelah tiga 'Uqiyah diserahkan kepada Abdurahmman bin abu bakar,rezeki itu masih bersisa cukup banyak untuk kami"



catatan : 1 uqiyah = 40 dirham
             5 uqiyah = 200 dirham
         200 dirham = 672 gr emas/perak
bisa dihitung kan........

Rahasia Dikabulkanya Do'a

1. Malam Lailatul Qadar
"Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbitnya fajar." (Al-Qadr:3-4)
2. Pertengahan malam terakhir, ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir
"Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa tersisa sepertiga malam akhir malam, lalu berfirman: Barangsiapa yang berdoa, maka akan Aku kabulkan, Barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti Aku mengampuninya." (Bukhari)
3. Duburush shalawaatil maktuubah (Usai shalat-shalat wajib)
Syaikh bin Baaz berkata:"Kata Duburush shalah bisa berarti akhir shalat, tetapi sebelum salam, juga bisa berarti sesudah salam (langsung). Banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan kepada dua pengertian itu. Namun kebanyakan hadits-hadits itu menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah akhir shalat, tetapi sebelum salam, karena hal itu ada kaitannya dengan doa, (dan seterusnya)."
4. Waktu antara adzan dan Iqamah
"Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah." (Abu daud)
5. Pada setiap kali setelah dikumandangkan adzan
6. Suatu waktu pada setiap malam hari
7. Pada saat turun hujan
"Dua doa yang tidak pernah ditolak: doa pada waktu adzan dan doa pada waktu hujan." (Hakim)
8. Pada saat jihad fi sabililah
"Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak: doa pada saat adzan dan doa tatkala perang berkecamuk." (Abu Daud)
9. Suatu saat pada hari Jumat
"Sesungguhnya pada hari jumat ada satu sat yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan kepadanya, beliau bersyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut." (Bukhari)

Pendapat yang paling kuat berkenaan dengan masalah ini adalah bahwa suatu saat yang dimaksudkan adalah ba'da ashar di hari Jumat. Tetapi dimungkinkan juga bahwa yang dimaksudkan adalah waktu antara khutbah dan shalat.
10. Ketika bersujud dalam shalat
"Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab pada saat itu sangat tepat untuk dikabulkan." (Muslim)
11. Jika tidur dalam keadaan suci, lalu bangun pada alam hari, kemudian membaca doa yang ma'tsur (doa yang datang dari Rasulullah)
"Tidaklah seseorang hamba tidur dalam keadan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya." (Ibnu Majah)
12. Pada saat memanjatkan doa
"Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minazh-zhalimiin." (Al-Anbiya:87)
13. Doa orang-orang setelah meninggalnya seseorang (ketika memejamkan mata si mayat yang baru saja meninggal dunia)
"Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua mata Abu Salamah terbuka lalu beliau memejamkannya kemudian bersabda: "Sesungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya’. Beliau bersabda : ‘Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan." (Muslim)

14. Ketika berdoa pada saat ditimpa musibah
Yaitu dengan membaca:
"Inna lillahi wa inna ilaihi Raaji'un.Allahumma' jurnii fii mushibatii, wa akhliflii khairam minhaa"
(Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Ya Allah berilah ganjaran dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya)
15. Doa seorang muslim untuk saudaranya yang muslim tanpa sepengetahuannya
"Tidaklah seorang muslim beroa untuk saudaranya yang tidak dihadapannya, maka malaikat yang ditugaskan kepadanya berkata:"Amin, dan bagimu seperti yang kamu doakan." (Muslim)
16. Doa orang yang sedang berpuasa sampai berbuka
"Tiga doa yang tidak ditolak: doa orang tua terhadap anaknya, doa orang yang sedang puasa, dan doa seorang musafir." (Baihaqi)
17. Doa setelah berwudhu apabila berdoa dengan doa-doa Ma'tsur
18. Doa pada bulan Ramadhan
19. Di tempat berkumpulnya kaum muslimin di majelis-majelis ilmu
20. Doa keburukan dari orang yang dizhalimi atas orang yang menzhalimi
"Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniaya sebab tiada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan)." (Muslim)
21. Doa kebaikan atau keburukan dari orang tua atas anaknya dan doa seorang musafir
"Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan: doa orang yang teraniaya, doa seorang musafir dan doa orang tua terhadap anaknya." (Abu Dawud)
22. Doa orang-orang yang benar-benar dalam keadaan terjepit
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingat-(Nya)." (An-Naml:62)
23. Doa pemimpin yang adil
24. Doa anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya
25. Ketika minum air zam-zam dengan niat yang tulus
26. Doa pada hari arafah di arafah
"Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah." (tirmidzi)
27. Doa di Shafa
28. Doa di Marwa
29. Doa ketika di Muzdalifah
30. Doa setelah melempar Jumrah Ash-Sughra
31. Doa setelah melempar Jumrah Al-Wustha
32. Doa di dalam Ka'bah dan orang yang mengerjakan shalat di dalam Hijr Ismail karena ia bagian dari Baitullah
33. Doa di Multazam di pintu Ka'bah
34. Doa orang yang sedang menunaikan Ibadah Haji
35. Doa orang yang sedang menunaikan Ibadah Umrah
36. Doa yang dipanjatkan setelah memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah serta shalawat atas Nabi pada saat tasyahud akhir
37. Ketika berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-Nya yang agung yang mana jika kepada-Nya dipanjatkan doa dengan menyebut nama itu, niscaya Dia akan mengabulkannya dan jika Dia diminta dengan menyebut nama itu pula, niscaya Dia akan memberinya
38. Doa orang yang banyak berdoa pada saat lapang dan bahagia
"Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang." (Tirmidzi)

Doa Untuk Memperoleh kemudahan Sakratul maut

Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang membaca doa berikut (10 kali) setiap hari, Allah swt akan mengampuni baginya empat puluh ribu dosa besar, menjaganya dari keburukan kematian, siksa kubur, hari kiamat dan hari hisab, dan segala hal yang menakutkan; yakni Allah memudahkan seratus hal yang menakutkan saat kematian, Allah menjaganya dari kejahatan iblis dan pasukannya, menunaikan hutangnya, menghilangkan dukanya, dan membahagiakan deritanya.” 

Doanya sebagai berikut:

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Aku persiapkan kalimat Lâiha illallâh untuk segala yang menakutkan 
masyâ Allâh untuk segala duka dan derita 
Alhamdulillâh untuk segala nikmat 
Asy-Syukru lillâh untuk segala kebahagiaan 
Subhanallâh segala yang menakjubkan 
Astaghfirullâh untuk segala dosa 
Innâlillâhi wa innâ ilayhi râji’ûn untuk segala musibah 
Hasbiyallâh untuk segala kesulitan 
Tawakkaltu ‘alallâh untuk setiap ketetapan dan takdir 
A’shamtu billâh untuk semua musuh 

Lâ hawala walâ quwwata illâ billâhil aliyyil ‘azhîm untuk segala ketaatan dan kemaksiatan. (Biharul Anwar 87: 5)

Rahasia Membaca Ayat Kursi Sebelum Tidur

Abu Hurairah r.a. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu kemudian berhasil ditangkapnya.

"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W,"

gertak Abu Hurairah.
Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek :

"Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan."

Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin ? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru.

Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau :
"Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?"

Ia mengeluh,

"Ya Rasulullah, bahawa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan," jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahawa ia kasihan kepada pencuri itu,, lalu dilepaskannya.

"Bohong dia,"

kata Nabi :

"Pada hala nanti malam ia akan datang lagi."

Kerana Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan.Dan, benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti kelmarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.

"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W,"

ancam Abu Hurairah, sama seperti kelmarin. Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun :

"Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi."

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan. Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kelmarin. Dan setelah mendapat jawapan yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan :

"Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi."

Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri.

Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal.

Kenapa pencuri kelmarin itu dilepaskan begitu sahaja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mahu saja ia ditipu olehnya ?

"Awas!"
katanya dalam hati.

"Kali ini tidak akan kuberikan ampun."

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri longgokan makanan yang dia jaga. "Nah, benar juga, ia datang lagi," katanya dalam hati.

Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-gerinya.

"Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga. Lepaskan saya,"

pencuri itu memohon. Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahawa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : "Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna."

"Kalimat-kalimat apakah itu?"

Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu.

"Bila tuan hendak tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi."

Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.
Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

"Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?" tanya Rasul sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.

"Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan," jawab Abu Hurairah.

"Kalimat apakah itu?" tanya Nabi.

Katanya :

"Kalau kamu tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Dan ia katakan pula :

"Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari."

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata,

"Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta." Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula :

"Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang ertemu denganmu tiap malam itu?"

"Entahlah." Jawab Abu Hurairah.
"Itulah syaitan."

Rahasia Surat Al-Fatihah

Keutamaan Surat Al-Fatihah

1.    Rasulullah SAW bersabda: 
 “Ketika Allah Azza wa Jalla hendak menurunkan surat Al-Fatihah, ayat Kursi, Ali-Imran 18, 26-27, surat dan ayat itu bergelantung di Arasy dan tidak ada hijab dengan Allah. Surat dan ayat itu berkata: Ya Rabbi, Kau akan turunkan kami ke alam dosa dan pada orang yang bermaksiat kepada-Mu, sementara kami bergelantung dengan kesucian-Mu. Allah SWT. berfirman:

“Tidak ada seorang pun hamba yang membaca kalian setiap sesudah shalat kecuali Aku karuniakan padanya lingkaran kesucian di tempat ia berada, dan Aku memandangnya dengan mata-Ku yang tersembunyi setiap hari tujuh puluh kali pandangan. Jika tidak, Aku tunaikan baginya setiap hari tujuh puluh hajat yang disertai pengampunan. Jika tidak, Aku melindungi dan menolong-nya dari semua musuhnya. Dan tidak ada yang mengha-langinya untuk masuk ke surga kecuali kematian.” (Tafsir Majmaul Bayan 1/426)


2.    Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT. berfirman: 
“Aku membagi surat Al-Fatihah antara Aku dan hamba-Ku, separuh untuk-Ku dan separuh lagi untuk hamba-Ku. Bagi hamba-Ku ketika ia bermohon dan membaca:  Bismillahir Rahmanir Rahim, Allah Azza wa Jalla menyatakan: “Hamba-Ku telah memulai dengan nama-Ku, maka berhaklah Aku untuk menyempurnakan urusannya dan memberikan keberkahan dari sisi-Ku untuk seluruh keadaannya.”
Ketika hamba-Ku membaca: Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Allah Jalla jalaluh menyatakan: “Hamba-Ku telah memuji-Ku, mengakui bahwa semua nikmat yang dimilikinya berasal dari sisi-Ku, dan semua bala’ Aku yang menyingkirkan sehingga ia merasakan itu sebagai karunia. Maka, hendaknya kalian saksikan, Aku akan menjamunya dengan kenikmatan akhirat lebih dari kenikmatan dunia yang telah Kuberikan, dan menyingkirkan bala’ akhirat sebagaimana Aku telah menyingkirkan bala’ dunia.”
Ketika hamba-Ku membaca: Ar-Ramânir Rahîm, Allah Jalla jalaluh menyatakan: “Hamba-Ku telah bersaksi bahwa Aku Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kalian saksikan, Aku akan melimpahkan rahmat-Ku padanya dan mencurahkan karunia-Ku padanya.”
Ketika hamba-Ku membaca: Maliki yawmiddîn, Allah SWT. menyatakan: Kalian saksikan, sebagaimana ia telah mengakui Aku sebagai Raja pada hari kiamat, Aku akan memberikan kemudahan baginya yaitu amalnya tidak dihisab, dan Aku akan mengampuni semua kesalahannya.”
Ketika hamba-Ku membaca: Iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’in, Allah Azza wa Jalla menyatakan: “Dia hanya memohon pertolongan kepada-Ku dan hanya bersandar kepada-Ku. Kalian saksikan, Aku akan menolongnya dalam segala urusannya, Aku akan melindungi-Nya dalam segala deritanya, dan Aku akan memegang tangannya saat ia membutuhkan pertolongan.”
Ketika hamba-Ku membaca: Ihdinash shirâthal mustaqîm ... (sampai akhir surat), Allah Jalla jalaluh menyatakan: Hamba-Ku telah bermohon pada-Ku, Aku pasti mengijabah permohonan hamba-Ku, memberikan apa yang diinginkan, dan menyelamatkannya dari apa yang ditakutkan.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1/5)

BOHONG

Kebohongan itu ialah sesuatu yang menyelisihi kenyataan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An Nahl: 105)

Berdusta adalah sifat orang-orang munafik sebagaimana dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Tanda orang munafik ada tiga: jika bicara dusta, jika berjanji tidak menepatinya dan jika diberi amanah berkhianat.”
Kebohongan akan mengantarkan pelakunya kepada kemaksiatan sebagaimana di dalam shahihain dari hadits Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan itu akan mengantarkan ke sorga, selanjutnya orang yang senantiasa berbuat jujur dan selalu menjaga kejujuran sehingga Allah kana mencatatnya di sisi-Nya sebagai shiddiq.
Dan sesungguhnya kebohongan itu akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan sesungguhnya kemaksiatan itu akan mengantarkan kepada neraka. Seorang hamba senantiasa berdusta dan selalu berusaha berdusta hingga dicatat disisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Maka orang yang akhlaknya suka berbohong dan sengaja berbohong sampai bohong itu menjadi tabiatnya ditulislah oleh Allah sebagai pembohong dan dalam kumpulan para pembohong/pendusta. Dan sesungguhnya seseorang tidak akan rela jika dikatakan sebagai pembohong di tengah-tengah manusia. Apakah ia tidak selayaknya dia enggan untuk dicatat di sisi Allah sebagai pembohong sedang Rabbnya adalah Dzat yang telah menciptakannya dan memberi rezeki padanya, kita memohon keselamatan kepada Allah.
Orang yang suka berbohong, tidak akan dipercaya oleh manusia, pembicaraan dan perkataannya akan dicampakkan dan akan dibenci manusia (karena kedustaannya itu).
Dan benarlah seorang penyair ketika mengatakan:
“Betapa jelek kebohongan yang tercela pelakunya
Dan betapa indah kejujuran itu di sisi Allah dan manusia.”

Bohong termasuk dosa besar
Dalam shahih Al Bukhari (12/438) dari haits samurah bin Jundup ia berkata: “Dahulu yang paling banyak Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tanyakan kepada para sahabatnya adalah: “Apakah salah seorang dari kalian bermimpi sesuatu?” Dia (rawi) berkata: “Dan berceritalah kepadanya apa yang dikehendaki oleh Allah untuk dia ceritakan. Lalu pada suatu hari, beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Sesungguhnya telah datang kepadaku tadi malam dua orang, keduanya diutus kepadaku, lalu berkata: “Berangkatlah, lalu aku berangkat bersama mereka…” (Al Hadits). Dan didalam (hadits tersebut disebutkan): “Adapun lelaki yang engkau datangi, yang dirobek dan mulutnya sampai kebelakangnya, juga matanya sampai kebagian belakangnya (tengkuk), orang tersebut adalah yang keluar pagi hari dari rumahnya kemudian menebarkan satu kebohongan hingga memenuhi cakrawala.”
Adapun sebesar-besar kebohongan adalah berdusta atas nama Allah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka jahannam tersedia tempat bagi orang-orang yang kafir?” (Az Zumar: 32)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahanam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” (Al Ankabut: 68)

Bentuk-bentuk kebohongan

a. Menjanjikan kepada anak akan memberi sesuatu padahal ia bohong.
Contohnya seperti perkataan seorang ibu kepada anaknya: “Kemarilah aku akan memberimu ini”, dan ketika ia datang si ibu tidak memberinya sesuatupun.
Semakna dengan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/452) dari jalan Ibnu Syihab dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil, kemarilah ini untukmu kemudian ia tidak memberikannya maka dia adalah pendusta.”
Akan tetapi hadits ini dengan sanad seperti ini terputus, karena Az Zuhri tidak pernah mendengar dari Abu hurairah sebagaimana dalam Jami’ At Tahsil. Dan lihatlah pula dalam Ahadits Mu’allah (hal. 233).
Berbohong terhadap anak akan membuka luas pintu kejelekan, sehingga anak akan meniru perbuatan itu kemudian ia berbohong dalam ucapannya dan berjanji lalu tidak memenuhi janji (karena sudah dibiasakan oleh orang tuanya, pent).
Dan setelah kita ketahi bahw aberbohong itu tercela, ternyata dalam hal ini orang-orang jahiliyah juga memandang perbuatan itu sangatlah rendah sekali.
Sehingga ketika Abu Sufyan ditanya oleh Hiraqla (Heraclius), raja Romawi tentang sifat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, Abu Sufyan menjawabnya dengan penuh kejujuran, dan Abu Sufyan mengatakan: “Demi Allah kalau seandainya bukan karena khawatir dinukil (disebut-sebut) dariku satu kebohongan (dituduh sebagai pendusta –ed), sungguh aku akan berkata dusta ketika itu”, yaitu berdusta atas Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan ketika itu Abu Sufyan radhiyallahu’anhu belum masuk Islam.

b. Termasuk kebohongan adalah senda gurau yang mengandung dusta.
Al Imam At Tirmidzi rahimahullah berkata (4/557 no. 2351):
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Basyar, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Yahya bin Sa’id, ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Bahz bin Hakim ia berkata: “Telah berkata kepadaku ayahku dari kakekku, dia berkata: “Aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Celakalah bagi orang yang berkata dengan perkataan dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.”
At Tirmidzi berkata: “Hadits ini Hasan.” Aku berkata (penulis): “Hadits ini derajatnya sebagaimana yang telah dikatakan beliau rahimahullah.” Dikeluarkan juga oleh Abu Dawud (2/716), Ahmad (5/3, 5, 7) dan Al Hakim (1/46).

c. Perkataan seseorang: “Aku bermimpi dalam tidurku” padahal ia tidak bermimpi apapun.
Al Imam Al Bukhari rahimahullah berkata: (12/427): “Telah bercerita kepada kami Ali bin Abdullah ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Sufyan dari Ayyub dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Barangsiapa yang mengaku bermimpi dengan suatu mimpi, padahal tidak, akan dibebankan kepadanya untuk mengikat antara dua biji gandum dan dia tidak akan mampu melakukannya…”

d. Perkataan seseorang: “Aku melihatnya” padahal ia tidak melihatnya.
Al Imam Al Bukhari rahimahullah berkata: (12/427): “Telah bercerita kepada kami Ali bin Muslim ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Abdus Shamad ia berkata: “Telah bercerita kepada kami Abdurrahman bin Abdullah bin Dinar maula Ibnu Umar ia berkata dari bapaknya dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Seburuk-buruk kedustaan ialah orang yang mengaku matanya telah melihat sesuatu padahal ia tidak melihat apa-apa.”
Maka wajib bagi kita berlaku jujur kepada Allah, kemudian berusaha menjaga kejujuran sedikit demi sedikit hingga kejujuran itu menjadi akhlak kita, sebagaimana ini terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud yang lalu.
Ash Shadiq (orang yang jujur) akan membuat manusia mempercayai perkataannya, juga hubungan muamalahnya dan akan mengangkat derajatnya di mata manusia dan di sisi Allah sang pencipta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (At Taubah: 119)


[Dikutip dari buku terjemahan “Wahai Muslimah dengarlah nasehatku.” Terbitan Pustaka Sumayyah. Halaman: 44-49]

Minggu, 01 Mei 2011

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.

sumber : http://wirausahapesantren.blogspot.com/2010/05/mencintai-sejantan-ali.html

Mencintai Sejantan ‘Ali

kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah,
maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta padaNya,
pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki:
selamanya memberi yang bisa kita berikan,
selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
-M. Anis Matta-

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!

Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.

Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita..


Sumber : http://salim-a-fillah.blog.friendster.com/2008/07/mencintai-sejantan-ali/